Kehidupan mengajarkan kita bahwa segala sesuatu akan datang dan pergi, selalu seperti itu, dan hal inilah yang perlu kita sadari. Come and go: seseorang datang dan pergi dalam hidup kita, jabatan datang dan pergi, popularitas juga datang dan pergi. Semua yang bersifat duniawi akan fana. Mungkin penting menancapkan akar yang kuat sebagai sistem keyakinan mendasar tentang rumus kehidupan. Satu hari akan berpihak kepada kita namun di hari berikutnya boleh jadi menentang kita.
Pada saat kehidupan berpihak pada kita, jangan mudah gegabah dan merasa bangga.
Sebaliknya, saat ia menentang tetap positif dan jalani dengan tenang. Karena kedua hal ini sama saja, sama-sama bersifat sementara. Jika seseorang meninggalkan kita atau pekerjaan tiga digit itu meninggalkan kita, dengan sekuat tenaga kita meyakinkan diri bahwa perasaan kacau ini hanya sementara. Perpisahan adalah keniscayaan, bahkan ruh akan berpisah dengan jasadnya. Perpisahan adalah jodoh bagi temu, maka di manapun dan dengan siapa pun, hadirlah sungguh-sungguh. Ciptakan momen sebaik mungkin, agar jejak yang tertinggal dipenuhi cinta dan kebaikan.
Jika saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan, berikan yang terbaik untuk tempat kerja kita. Bekerjalah dengan maksimal, dengan tulus, dengan niat yang selalu di-refresh setiap hari, dan menjalin relasi bersama rekan-rekan kerja, karena kesempatan itu hanya datang sekali. Jika saat ini memiliki pasangan, perlakukan dengan sebaik-baiknya, hargai kehadirannya, dan nikmati setiapmomen saat bersamanya. Jika saat ini sedang disibukkan dengan urusan bayi, bangun tengah malam untuk menggendong bayi dan mendengarkan pekikan tangis setiap hari; cukup katakan pada diri sendiri bahwa waktu ini akan berlalu, maka memaksimalkan saat ini adalah langkah terbaik.
Dalam buku Mata Air Inspirasi yang penuh reflektif, Abdullah Hadrawi melayangkan pandannya bahwa hidup ini adalah cerpen alias cerita pendek yaitu dari tanah, di atas tanah dan kembali ke tanah. Maka hiduplah dengan sebaik-baiknya, layaknya seorang penyelam yang mencari mutiara, dengan memanfaatkan oksigen yang ia bawa. Jangan sampai karena satu hari yang menyedihkan, lantas kita menyerah dan ingin menamatkan cerita saat itu juga. Sementara masih ada peluang kebahagiaan yang dapat kita ciptakan.
Ketika kita kehilangan (terutama kehialangan seseorang yang sangat dicintai) memang rasanya begitu pahit, sakit, dan sesak-menyesakkan. Rasanya dunia runtuh seketika,apalagi jika yang pergi tidak lagi dapat ditemui di dunia ini. Seseorang dalam hidup ini sama seperti perasaan: come and go. Kita tidak pernah memiliki, maka sebenarnya kita tidak pernah kehilangan apapun. Tak satu pun pertemuan yang sia-sia, jika bukan kita yang belajar darinya, mungkin dia yang belajar dari kita. Namun yang sering terjadi adalah kita akan sama-sama belajar.
Setiap tahun kita melaksanakan Hari Raya Idul Adha, sebuah hari raya kurban untuk mengenang kisah pengorbanan seseorang terhadap hal yang dicintainya. Secara implisit, syariat kurban mengisyaratkan bahwa kita harus melepaskan kemelakatan dalam hidup ini. Kita dilatih untuk menerima bahwa kepergian dan kehilangan adalah cara Tuhan untuk menguatkan serta mendewasakan kita. Pada satu zona waktu tertentu, kita sedang menjalani pendidikan tentang menyembelih ego dan menguliti ketidaksadaran itu secara perlahan.
“Suatu saat nanti, entah kapan namun pasti, kamu akan kehilangan sesuatu yang sangat kamu sayangi. Belajarlah menerima sejak dalam pikiran. Bersyukur atas waktu ketika kamu bersamanya, dan waspada jangan sampai rasa senang terhadapnya membuatmu luput. Tak ada yang pasti dalam kehidupan ini kecuali perubahan dan kematian.”
Salam hangat,
AUW
Hargailah selagi masih bersama dan jagalah selagi dia masih ada
BalasHapus