Selasa, 25 Maret 2025

Ramadan#25 : Bukti Hidupmu Lebih Berkualitas

Saat menulis ini, aku sedang tidak baik-baik saja. Kupikir setiap manusia memiliki masa up dan down dalam hidupnya, tidak selalu ada tawa sebagaimana tak selalu ada tangis. Bagi seorang penulis, kebahagiaan maupun rasa sakit sama saja mampu menjadi sumber ide, dan sebaik-baik ide adalah yang diikat dengan menjadikannya sebuah karya. Aku perlu menyampaikan terlebih dahulu bahwa judul tulisan ini aku comot dari memoriku tentang sebuah buku yang pernah aku beli tahun 2016 silam. Buku genre motivasi Islam yang berjudul Don't Cry Allah Loves You karya penulis produktif, Ahmad Rifa'i Rif'an. Selain karena gaya tulisannya yang aku sejak dulu, Mas Rifa'i juga memiliki nama yang sama dengan ayahku sehingga lebih mudah bagiku mengingatnya. 

Aku sempat termenung, memikirkan betapa kaya dan uniknya alam semesta dan manusia yang hidup di dalamnya. Sehingga ketika berjumpa manusia dengan karakter baik dan selalu menghargai yang lain, rasanya ingin memeluknya erat sembari mengucap syukur pada Tuhan. Karena pada ruang dan waktu yang lain, ada karakter manusia yang membuat bibir tak henti berucap istigfar serta menyisakkan sesak di dada. Di suatu tempat kita dihargai dan bernilai, namun di sisi yang lain ada tempat yang menganggap kita seperti tempat sampah yang bebas dilempari kotoran. 

Apakah kita tidak boleh menyesalkan pertemuan dengan orang-orang yang membawa energi buruk? Apakah kita perlu marah pada orang-orang yang mencemooh? Bagaimana cara kita sebaiknya menyikapi kritikan atau bahkan celaan dari orang lain yang mungkin sangat menyakitkan? 

Aku teringat pada tulisan Mas Rifa'i Rif'an, ketika ia mengutip sambutan Halle Berry pada sebuah event, "...Kamu tidak berhak dipuji kalau kamu tidak bisa menerima kritikan." Akan selalu ada yang tidak menyukai kita, sebaik dan sesukses apapun kita. Sejenak aku melakukan inner work, mencoba berdialog dengan diri sendiri, apakah aku membutuhkan komentar-komentar itu untuk pertumbuhanku atau tidak? Jika ternyata komentar itu perlu, maka aku ambil sebagai bahan pelajaran untuk lebih baik, dan jika tidak maka harus dipaksakan untuk pamit agar tidak mengganggu konsentrasi dalam meraih tujuan. Jika setiap hari disibukkan dengan menganggap orang yang tidak menyukai kita, lantas kapan kesempatan untuk menyusun kehidupan yang lebih baik? 

Kita mungkin tak asing lagi dengan pribahasa "Semakin pohon itu berbuah maka semakin banyak yang ingin melemparinya." Jika ditelusuri lebih dalam, relevansi kehidupan manusia dengan analogi tersebut sangat jelas. Semakin berkualitas hidup seseorang, semakin ramai komentar yang menyerang. Mungkin kita hanya fokus membenahi apa yang menjadi milik kita, menanam, memupuk, dan merawatnya tanpa ada niat untuk mengusik apa yang ada pada orang lain. Namun kita tidak dapat pungkiri bahwa ada banyak jenis hati di sekeliling kita. Ada hati yang sakit, yang mungkin saja tidak menyukai kebahagiaan kita, selalu merasa bahwa kita sebagai ancaman baginya meskipun kita sama sekali tidak pernah menganggapnya demikian. Hati yang sakit hanya perlu diobati, bukan untuk diladeni. 

Tuhan sengaja menghadirkan orang-orang yang "unik" itu dalam hidup kita, agar dalam perjalanan menuju kesuksesan menjadi lebih berwarna dan menantang. Kebanyakan orang-orang hebat hari ini adalah orang-orang yang bijak dalam menyikapi kritikan dan momen buruk dalam hidupnya. Dia melaluinya dengan persepsi bahwa celaan itu wujud lain dari motivasi, pembuktianlah yang akan membuat kualitas hidup kita semakin jelas, bukan dengan membalas keburukan itu dengan keburukan. 

Kuncinya seperti ini, jika ada orang yang selalu mencari-cari kesalahan orang lain; jika ada orang yang selalu mencela dan berkata kasar; jika ada yang selalu menghakimi tanpa mengadili; dan jika ada orang yang gemar bermasalah dengan siapapun, jangan menghabiskan banyak waktu untuk meladeninya. Karena sebenarnya dia butuh pertolongan untuk dirinya sendiri, agar sembuh dari luka dan penyakit hati yang bisa menyebabkan orang lain juga tercemar oleh lukanya. 

Aku berharap kita dapat menormalisasi ucapan-ucapan positif kepada siapapun, minimal berprinsip memanusiakan manusia, yaitu dengan memperlakukan manusia lainnya sebagaimana kita ingin diperlakukan. Jika tidak bisa membuat orang lain tersenyum, minimal kita tidak menggores luka di hatinya apalagi menjadi alasan dia bersedih. Karena akan sangat mendebarkan jika orang lain yang kita sakiti mengadu langsung pada Tuhannya. Sebagaimana yang disampaikan Baginda Nabi Saw., yang diriwayatkan oleh Muttafaq 'alaih bahwa, "Berhati-hatilah pada doa orang yang terzalimi, karena tak ada penghalang antara doanya dengan Allah." 

Semakin kita berproses untuk meningkatkan value, semakin besar pula ujian yang Tuhan sediakan. All is well in your world 

AUW 


1 komentar:

  1. Kualitas diri kita dilihat dari bagaimana kita merespon suatu kondisi dan bersikap terhadap perilaku orang lain terhadap kita. Kita tidak dapat membuat semua orang untuk menilai kita baik, tapi tidak semua orang menilai kita buruk.

    BalasHapus