Selasa, 18 Maret 2025

Ramadan#18 : Etika dan Agama sebagai Remot Kontrol

Arus globalisasi dan perkembangan ilmu-ilmu modern memberikan begitu banyak manfaat dan kemudahan bagi manusia. Berbagai macam penemuan dan hasil eksperimen menunjukkan betapa manusia mampu memberdayakan potensi akal yang diberikan Allah Swt. Namun belakangan yang terjadi di masyarakat adalah terdapat pergeseran moral akibat kemandirian dan kecerdasan manusia yang tidak bersinergi dengan baik. Nilai-nilai etika dan agama mulai mengalami kemerosotan di tengah kehidupan sosial, hal ini terbukti dari maraknya kasus kriminal yang diberitakan baik secara nyata disaksikan oleh mata, maupun yang disampaikan oleh reporter-reporter di TV dan media lainnya. Penipuan, pencurian mode halus, dan tindak kekerasan marak terjadi tapi pelaku seperti tidak memiliki rasa bersalah. 

Bukan hanya tindak kriminal, melainkan juga tingkah laku manusia yang mulai kehilangan rasa malu. Berdasarkan realitas inilah saya tertarik menggali kembali betapa pentingnya ajaran tentang etika dan agama agar tidak kehilangan fungsi di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. 

Baik etika maupun agama keduanya merupakan dua hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, keduanya merupakan hal yang urgen dalam kehidupan. Walaupun seseorang dilahirkan terpisah dengan individu lainnya, tetapi sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat terlepas dari makhluk lainnya. Setiap agama memiliki tata aturan dalam menjalani kehidupan, dan masing-masing agama mengajarkan etika. Dalam Islam sendiri, etika dapat terlihat dari inti sari ajaran Islam yang berupa kemaslahatan baik secara individu maupun masyarakat. Secara teoritis memang dalam ajaran agama termasuk agama Islam sangat menjunjung tinggi kemaslahatan, namun secara praktik yang terjadi di lapangan adalah etika dan ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam tampaknya tidak selalu berjalan baik. 

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu hidup bersama dengan menjadikan agama dan juga etika sebagai suatu laku hidup dalam bersosialisasi. Dalam rangka mengembangkan sifat sosial itu, manusia tentu akan selalu menghadapi masalah-masalah sosial dengan berbagai nilai. Untuk itu, selain persoalan hukum, politik,dan budaya, juga perlu kita memahami tentang agama dan etika. 

Fungsi etika dalam kehidupan sosial adalah untuk mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk, sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan di tiap-tiap daerah. Etika juga berfungsi untuk mengatur serta mengarahkan citra manusia kepada jenjang akhlak yang luhur, juga menuntut manusia agar dapat bersikap rasional. Sementara fungsi agama sebagai remot kontrol yang mampu mengimbangi manusia. Agama berfungsi sebagai pelindung dan penyejuk yang memberikan keteduhan, karena dalam agama terdapat harapan-harapan yang menjadi fitrah manusia untuk bergantung kepada suatu Zat yang Wajib.

Etika dan agama memiliki hubungan atau relasi yang sangat kuat. Di mana etika dan agama akan saling melengkapi sisi kehidupan manusia, dan mencerminkan keindahan dalam diri manusia ketika ia mampu menjalankan kehidupan di atas nilai-nilai agama dan etika sosial. Keduanya berpeluang menuntut seseorang untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat dan berkualitas karena pada dasarnya keduanya memiliki fungsi untuk mengajarkan manusia mana yang hak dan mana yang batil. Bedanya, tolak ukur kebenaran untuk etika berlandas pada akal, sementara agama berlandas pada kitab suci atau wahyu.

Menurut Amtsal Bahtiar, seorang penulis dan pemikir, etika digunakan dalam dua bentuk. Pertama, etika merupakan suatu kumpulan mengenai pengetahuan dan penilaian terhadap perbuatan manusia; kedua sebagai suatu predikat yang digunakan untuk membedakan hal-hal dan perbuatan-perbuatan manusia yang lain. Sementara agama adalah peraturan yang mengatur manusia agar tidak kacau dalam menjalani hidup, yang berlandas pada jalan peraturan atau hukum Tuhan yang telah ditetapkan dalam kitab suci. 

Kehidupan modern membuat manusia banyak melupakan eksistensinya, menganggap bahwa alam semesta dan seluruh yang terhampar di dalamnya bebas untuk dieksploitasi sesuka hati, semau hawa nafsunya. Berkata dan berlaku pun tak lagi terkontrol, hingga rentan terjadi sikap saling menyakiti baik fisik maupun mental. Kebebasan memang menjadi dambaan setiap orang, bahkan tren di kalangan generasi muda bahwa semakin bebas artinya semakin keren. Padahal hakikatnya bagaimana pun bentuk kebebasan dan kemerdekaan itu,  selalu membutuhkan aturan baik norma sosial maupun keagamaan. Jika nilai-nilai ini terlepas dari kehidupan manusia, yang tersisa adalah kesewenang-wenangan dan kehancuran. 

AUW


Tidak ada komentar:

Posting Komentar