Sabtu, 08 Maret 2025

Ramadan#8 : Ekoteologi dalam Islam




Penciptaan alam semesta tidak dapat dipisahkan dari tujuan penciptaan manusia, begitu pun sebaliknya. Alam dianggap makro kosmos sementara manusia mikro kosmos namun manusia juga merupakan bagian dari alam semesta. Dalam agama Islam, alam dideskripsikan sebagai makhluk yang juga bertasbih dan berserah diri kepada Tuhan. Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki hak dan kewajiban terhadap alam, termasuk mempergunakan alam tanpa merusaknya. Menurut Sayyed Hossein Nasr, krisis lingkungan hari ini erat kaitannya dengan penggunaan teknologi modern. Dalam kitab suci al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menyinggung tentang adanya kesatuan alam dan manusia, juga disinggung bahwa alam mampu memberikan manfaat bagi manusia namun juga kemungkinan untuk dirusak oleh tangan-tangan manusia sendiri.

Menjaga kelestarian alam merupakan salah satu bentuk ibadah dan sebagai sarana mentadabburi ayat-ayat kauniyah-Nya. Manusia tidak hanya diperintahkan untuk menjaga relasi antar sesama manusia, namun juga menjaga kelestarian lingkungan dan seluruh makhluk hidup sebagai bagian dari menjaga ekosistem kehidupan di bumi. Namun hari ini begitu banyak kerusakan yang terjadi di bumi akibat perangai manusia sendiri. Sehingga timbullah bentuk eksploitasi terhadap alam seperti pencemaran udara, penebangan liar, penangkapan satwa yang dilindungi, penggundulan hutan, dll. Salah seorang ulama modern, Badiuzzaman Said Nursi mengatakan bahwa akar permasalahan dari rusaknya lingkungan adalah cara pandang manusia yang keliru sehingga tidak simpati dan empati lagi terhadap alam. 

Melalui karyanya yang cemerlang dan terkenal yakni Risalah an-Nur, dapat dipahami mengenai pemikiran-pemikiran Said Nursi mengenai ekoteologi. Risalah ini mengeksplorasi tentang tauhid, keimanan, ketakwaan, hari kebangkitan, serta eksistensi manusia dan alam. Poin penting yang digaris bawahi terkait persoalan lingkungan menurut pemikiran Said Nursi adalah krisis ekologis terjadi akibat kekeliruan dari cara pandang manusia dalam memahami alam. Kekeliruan inilah kemudian melahirkan kesalahan manusia dalam memosisikan dirinya dengan alam. Said Nursi banyak mengkritik materialisme, alasan utamanya menurut Ibrahim Ozdemir adalah karena penolakan terhadap perspektif transendental dan nilai-nilai spiritual dalam memahami Islam. Sebagai solusi dari materialisme yang dikritiknya, Said menawarkan kesadaran spiritual atau cara pandang ekoteologi dalam memahami alam. 

Hakikat manusia yang pertama adalah makhluk spiritual, manusia merupakan manifestasi dari nama-nama Allah. Dengan demikian, sebagaimana alam, manusia juga memiliki dimensi sakral pada dirinya sendiri. Artinya, secara eksistensial manusia selain makhluk spiritual juga merupakan makhluk ekologis. Maksudnya ialah manusia adalah makhluk yang menyatu dengan alam sekitar dan tidak bisa bertahan hidup lepas dari alam. Manusia hidup karena alam menyediakan segala sumber kehidupan, mulai dari matahari, air, udara, energi, tanah, dll. Tanpa semua ini atau jika semua ini rusak, maka kehidupan manusia yang akan musnah dengan sendirinya. Mungkin ini juga yang menjadi filosofi hidup masyarakat Kajang di Bulukumba, Sulawesi Selatan, di mana mereka menganggap alam semesta begitu suci. Bagi mereka, tanah/bumi ibarat "anrong" atau ibu yang harus dihargai dan diperlakukan dengan baik, sebagaimana seharusnya sikap seorang anak terhadap ibunya. Memang diperlukan kesadaran untuk bisa menanamkan nilai-nilai spiritual dalam diri, semoga di bulan Ramadan ini menjadi momen terbaik untuk kita melakukan hal baik itu. 

AUW


1 komentar:

  1. Manusia dan lingkungan menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Dengan kita menjaga lingkungan, itu menjadi salah satu bentuk kesyukuran kita akan hidup ini.

    BalasHapus